Sunday, 24 March 2013

Hi, aku

Ada saat dimana kita terpojok, terpojok dalam sebuah kondisi limbung, tidak tentu arah, seperti kapas yang hanya melayang tertiup angin. Kemana angin membawa disitu kita berada. Namun apakah memang demikian kita ini? Adakah bagian-bagian dari siapa kita yang tertinggal dibelakang dan mengapa mereka tertinggal? Atau kemungkinan lain kita melesat terlampau jauh dari kita-kita yang lain itu.

Kalaulah hidup di kehidupan yang kita jalani sekarang adalah proses pencarian, lantas apa yang kita cari? Apakah benar kita kehilangan sesuatu lantas kita mencari untuk mengenggamnya lagi? Atau kita hanya mengada-ada untuk menemukan sesuatu yang baru lantas meninggalkan beberapa keping diri kita? 

Seuntai frame dialog dengan ruh kita, nyawa kita dimana otak dan pemikiran tidak menjangkau area ini karena siapapun didunia ini belum ada yang mengungkap dimana letak ruh itu berada. Dialog yang singkat tanpa kata tanpa suara, aneh memang ketika kita harus mempertanyakan eksistensi diri kita sendiri. Melihat seonggok jasad yang sehari-hari kita pinjam, kita exploitasi, kita siksa habis-habisan dari sudut pandang diluar jasad itu sendiri, ada rasa iba disana. Kita lantas menemui kita yang lain dan bertanya "Opo aku yo koyo ngono kui tenan ya Ku, Aku?" Disaat yang sama aku yang lain melihat pula dialog ini, "Lho aku kok nontoni aku sing lagi ngobrol mbe aku sing liyone".

Apapun konsepsi eksistensi dan pencarian itu, sekarang kalau boleh saya simpulkan adalah menemukan apa yang ditugaskan pada kita untuk dilakukan, dan hal ini tidak akan berhenti sebelum suatu saat kita meninggalkan dunia jasad yang kita kenal sekarang. Kepada penjaga malam, kutitipkan bintangku sementara waktu dalam penjagaanmu sebagai bentuk. Ketika terlesat cahaya yang menembus ruang waktu, terhubung dengan jaringan spektrum universal maka disanalah kutampung spektrumku mengekor dengan kekasihmu. Tak lupa sepercik kecil untuk bintangku agar ia tetap bersinar dalam sinergi cahaya untuk kutemui di langit mendung sekalipun.

Patemon, 24 Maret 2013


Saturday, 23 March 2013

Crux - April 2010

Kalian yang berjalan disampingku
ada sisi kanan
ada sisi kiri
Dimanapun sisi kalian berjalan,
kalian selalu disampingku

Untuk kalian yang tidak pernah didepanku,
ataupun dibelakangku
Untuk kalian yang melangkahkan kaki
walaupun kita tak seragam bak sebuah squadron,
tapi kaki-kaki itu mantap
menelusur alang alang
menapak lewatnya parit air hujan

Untuk kalian yang mengingatkanku
tentang cerita cerita masa lalu,
tentang langit yang tak selalu cerah,
tentang langit yang tak selalu berbintang,
tentang mata manusia yang begitu luar biasa,
dan ketebatasan sebuah lensa

Kalian yang menunjukkanku 
bagaimana berjalan,
berlari,
melompat, dan 
berenang
meski akkhirnya aku tak dapat terbang

Aku akan selalu ada
untuk mimpi-mimpi sebuah pencarian
Entah itu si Konsisten Crux
entah itu si Benderang Vega
atau si Angkuh Antares

Walaupun entah kapan kita bisa menemukannya
tapi aku salut dengan langkah-langkah kalian
Langkah-langkah yang bercampur peluh, tetes hujan,
dinginnya kabut, perihnya badai, dan
ganasnya gelombang laut selatan
Langkah-langkah ikhlas
Langkah-langkah mulia
Langkah-langkah kecil
dalam sebuah pencarian
untuk setetes embun pagi yang menyejukkan
Tak ada penyelasan
walaupun akhirnya kita tidak menemukan apa-apa

Aku bangga dengan pendirian kalian
yang bisa memposisikan porsi keilmuan kalian
Bukan untuk kalian sendiri,
untuk ilalang, air laut,
mendung,
merahnya senja,
pekatnya badai,
dan harumnya pagi.
Jika kita tidak bermakna bagi mereka,
bukan soal, 
sebagai pemikir kita sudah memenuhi panggilan kita.

Kelak suatu saat nanti
ketika Crux,
Vega,
Antares,
sejuknya embun, dan
ketiadaan
ada didepan kalian
jika aku masih diberi kesenpatan
aku akan bangga mendengar,
melihat,
merasakan,
nama kalian ada diantaranya
sebagai orang ku kenal.

Kepada orang-orang yang masih ingin melangkahkan kakimu,
teruslah berjalan...
 
;