Friday, 19 July 2013

Saridin dan Cintanya

Copas dari Saridin:

"Di tengah pergaulan, selalu ada favourable friend alias sahabat favorit. Di antara kawan-kawan, senantiasa terdapat lovely person alias seseorang yang sangat merangsang untuk kita sayangi, disamping tentu saja ada juga kawan yang kemethak"
(hal. 76)

" Saridin senantiasa bertempat tinggal di sekitar Adam-Hawa dan semua cucu mereka di segala generasi. Itu karena Saridin sangat mencintai manusia, sangat mengasihi dan menyayangi para masterpiece ciptaan Allah itu. Dan, terus terang, cinta dan kasih sayang murni total Saridin kepada manusia itulah yang akhirnya menjadi sumber ketololan dan nasib buruknya sepanjang masa maupun sampai kelak di luar masa.
Soalnya cinta Saridin benar-benar murni, tanpa pamrih, atau satu-satunya pamrih ya mencintai itu sendiri. Jadi Saridin mencintai manusia bukan karena menginginkan sesuatu dari manusia. Bukan karena mau menguasai atau apapun. Mencintai ya mencintai. Titik. Mengasihi ya mengasihi. Titik.
Bukan mengasihi sebagai cara untuk memperoleh sesuatu. Bukan menyayangi untuk mengincar keuntungan. Bukan mencintai untuk mencita-citakan kebahagiaan.
Celakanya cinta kasih sayang jenis macam ini boleh di katakan tidak ada dalam referensi kebudayaan umat manusia. Jadi Saridin hanya bisa menjalani cintanya dalam bentuk penderitaan, yang terdiri atas kesalahpahaman dan fitnah yang tidak pernah habis.
Tidak ada cinta yang demikian, sehingga Saridin dengan sendirinya terkucilkan. Untunglah sejak semula Saridin memang tidak pernah memunculkan dirinya di tengah kehidupan manusia.
Saridin hanya pinjam wajah seseorang, darimana ia memancarkan cahayanya. Saridin hanya pinjam eksistensi manusia tertentu, dengan mana ia mengungkapkan kepribadiannya. Saridin pinjam otak orang untuk mengartikulasikan falsafah dan sikap hidupnya. Saridin pinjam hati orang untuk menyanyikan perasaan-perasaannya."
(hal. 61-62)

Saridin oh, Saridin.....

Sumber kutipan: Buku "Folklore Madura" oleh Emha Ainun Nadjib

Friday, 5 July 2013

Sepengggal Lirik dari Caknun

Sayang, sayang, sayang, kita nggak tau kemana pergi
tak sanggup kita dengarkan, suara yang sejati,
langkah kita mengabdi pada nafsu sendiri,
yang sanggup kita pandang hanya kepentingan sendiri.

Sayang, sayang, sayang, orang pinter tak mau ngaji
kepala tengadah, merasa benar sendiri,
semua dituding-tuding dan dicaci-maki,
yang lainnya salah hanya dia yang suci.

Sayang, sayang, sayang, orang hebat tinggi hati
omong demokrasi, pidato berapi-api
ternyata karena menginginkan kursi
sementara rakyat kerepotan cari nasi.

Yang disangka emas, emasnya dibuang-buang
kita makin buta, mana utara mana selatan
yang kecil dibesarkan, yang besar diremehkan
yang penting disepelekan, yang sepele diutamakan.

Alloh, Alloh, Alloh, betapa busuk hidup kami
dan masih terus akan lebih membusuk lagi,
betapa gelapnya hari didepan kami,
mohon ayomilah kami yang kecil ini.




 
;